Fiqih Ramadhan

Semua
rangkaian
ibadah di bulan
Ramadhan akan
mengembalikan
kita menjadi
manusia yang
sebenarnya

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh kemuliaan. Untuk memasuki bulan yang mulia ini, tentu kita harus punya persiapan yang matang. Bekal utama yang mesti ada adalah bekal ilmu.
Pada bagian ini, akan dibahas mengenai fiqih-fiqih yang berkaitan dengan ibadah di bulan Ramadhan. Semoga amaliyah ibadah kita menjadi sah, sunnah-based, dan beberkah! Bismillah

Keistimewaan Bulan Ramadhan

Ramadhan bukanlah bulan yang biasa bagi umat Islam. Ramadhan adalah hadiah Allah bagi setiap muslim. Ia adalah ibarat sebuah oase ditengah tahun yang menyejukkan jiwa-jiwa yang kehausan dan kelaparan akan rahmat, keberkahan, dan cinta dari Allah.

Bulan Ramadhan adalah bulan tarbiyah. Bulan dimana setiap muslim dilatih untuk menjadi manusia yang bertakwa, sebagai sebuah persiapan menghadapi 11 bulan ke depan hingga Ramadhan berikutnya. 

Rangkaian amaliyah ibadah di bulan Ramadhan berfungsi untuk mengembalikan manusia menjadi sosok manusia yang sebenarnya: manusia dengan spesifikasi minimum, bertakwa kepada Allah; dan manusia dengan tujuan utama, beribadah dan menjadi agen penyebar rahmat kepada sekalian alam.

Terdapat berbagai keistimewaan bulan Ramadhan yang tertulis dalam al Qur’an dan teruraikan dalam al Hadits, diantaranya:

al Baqarah: 185

Latih diri dengan memperbanyak ibadah sunnah seperti puasa, shalat malam, dan membaca Al Quran.

Hadits Muttafaq ‘alayh

Setan dibelenggu, neraka ditutup, dan surga dibuka.

al Qodr: 1-3

Terdapat malam penuh kemuliaan dan keberkahan.

HR. al Bazaar

Ramadhan adalah salah satu waktu yang mustajab.

Keistimewaan-keistimewaan ini yang membuat para orang-orang yang beriman merindukan kedatangan Bulan Ramadhan.

Penentuan Awal Bulan Ramadhan

Awal bulan Ramadhan ditetapkan berdasarkan kemunculan bulan baru (hilal) yang terlihat secara langsung (rukyat), ilmu astronomi (hisab), ataupun dengan menggenapkan jumlah hari bulan Sya’ban bila langit mendung.

Dalam suatu hadits, Rasulullah menginstruksikan untuk memulainya atau mengakhirinya pada
hari yang telah ditetapkan mayoritas [HR. Tirmidzi: 687] 

Do'a Melihat Hilal

اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا  بِالأَمْنِ وَالْإِيمَانِ وَالسَّلَامَةِ وَالْإِسْلَامِ وَالتَّوْفِيْقِ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللَّهُ

“Allah Maha Besar, ya Allah, tampakkan hilal itu kepada kami dengan membawa keamanan, keimanan, keselamatan dan Islam, serta taufik untuk menjalankan apa yang Engkau cintai dan Engkau ridhai. Rabbku & Rabbmu (wahai bulan sabit) adalah Allah.” 

Puasa

Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan “shaum”. Shaum secara bahasa bermakna imsak (menahan diri) dari makan, minum, berbicara, nikah dan berjalan. Secara istilah, shaum bermakna menahan diri dari segala pembatal dengan tata cara yang khusus dan telah ditentukan.

Keutamaan dan Ganjaran Puasa 

Ada beberapa syarat yang harus dimiliki seseorang sehingga karenanya seseorang wajib berpuasa, wajib menunaikan puasa, dan sah puasanya.

Syarat wajib Puasa

Syarat wajib Menunaikan Puasa

Dalil Perintah Puasa

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Referensi : https://tafsirweb.com/687-surat-al-baqarah-ayat-183.html

Rukun Puasa

Seseorang yang wajib berpuasa harus melakukan rukun puasa selama berpuasa,

yakni: niat dan imsak.

⇒ NIAT

Niat untuk puasa wajib di bulan Ramadhan harus berniat di malam hari (setelah matahari tenggelam hingga sebelum fajar). Jika niatnya dilakukan sebelum tenggelamnya matahari ataupun setelah masuk subuh, maka tidaklah sah.

⇒ IMSAK

Imsak, menahan diri dari hal yang membatalkan puasa:

  • makan & minum dengan sengaja,
  • muntah dengan sengaja,
  • haid dan nifas,
  • jima’ (berhubungan suami istri)
  • keluar mani dengan sengaja.

Bagi yang batal karena makan dan minum, muntah dengan sengaja, mendapati haid dan nifas, dan keluar mani tanpa jima’, maka ia hanya berkewajiban mengqadha’ puasanya di lain waktu.

Sedangkan bagi yang batal puasa karena jima’/bersetubuh di siang hari pada bulan Ramadhan, maka ia punya kewajiban qadha’ dan wajib menunaikan kafarah yang dibebankan pada laki-laki, yakni memerdekakan satu orang budak.

Jika tidak, maka berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, maka memberi makan kepada 60 orang miskin.

Sunnah Puasa, diantaranya;

Hal-hal yang diperbolehkan saat puasa;

  • mendapati waktu fajar dalam junub;
  • bersiwak ketika berpuasa;
  • berkumur-kumur dan memasukkan air
    ke dalam hidung asal tidak berlebihan;
  • bekam / donor selama tidak lemas;
  • mencicipi makanan selama tidak
    masuk ke dalam kerongkongan;
  • bercelak dan menggunakan tetes mata;
  • mandi dan menyiramkan air di kepala;
  • menelan dahak.

Ingatlah, bahwa puasa bukan hanya perihal menahan lapar dan dahaga saja, namun juga menahan diri dari berperilaku tercela dan bergiat-giat dalam melakukan amal-amal shalih.

Keringanan untuk tidak berpuasa diberikan pada: orang yang sakit, orang yang bersafar, orang yang sudah tua renta, serta wanita hamil dan menyusui. (Al Baqarah: 184-185)

Bagi orang yang sakit, musafir, wanita hamil dan menyusui yang berat baginya berpuasa, juga wanita yang haid dan nifas, dikenakan bagi mereka qadha’ puasa.

Sementara itu, bagi orang yang sudah tua renta yang tidak mampu lagi berpuasa, serta orang sakit yang sakitnya tidak kunjung sembuh, maka wajib bagi mereka fidyah yang harus ditunaikan dengan makanan dengan ukuran sesuai kelayakan masyarakat setempat dan tidak bisa diganti uang.